Wisata Bali Paling Maju di Indonesia, Ketut: Keterlibatan dan Kesadaran Masyarakat Kuncinya
Bali – Kegiatan Studi Tiru Pariwisata yang diadakan Ismunandi Sofyan, SE 21 – 24 Juni 2023 menyertakan berapa orang awak media. Suatu kehormatan bagi Bukittinggi dot Info (BDI) dilibatkan langsung dalam rombongan peserta ini.
Kegiatan ini dilaksanakan oleh Dinas Pariwisata Sumatera Barat (Dispar Sumbar) menggunakan program dana pokok pikiran (Pokir) dari Ismunandi Sofyan selaku anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat dan telah beberapa kali dilakukan sejak Ismunandi dilantik.
Dalam kesempatan ini tim BDI ikut menyaksikan langsung kegiatan apa saja yang dilakukan serta bertanya tentang kunci sukses pariwisata Provinsi Bali yang sudah bisa dikatakan sebagai kiblat pariwisata Indonesia.
Adalah I Ketut Budiarta yang menjadi pemandu wisata rombongan Dispar Sumbar memberikan banyak penjelasan tentang kiat-kiat sukses provinsi Bali dalam sektor pariwisata yang menjadi andalan utama untuk pemasukan masyarakatnya.
Menurut pemandu yang akrab dipanggil Bli Ketut ini, pariwisata dan budaya masyarakat Bali hingga saat ini bisa berjalan beriringan. Bahkan dalam beberapa kegiatan, sektor pariwisata wajib mengalah dengan adanya kegiatan budaya dan agama.
“Bali itu unik dan masyarakatnya patuh dengan aturan yang telah dibuat terutama aturan dari pemangku adat dan pemerintah setempat. Disini juga ada Polisi Adat yang disebut Pecalang, mungkin di Sumbar bisa disamakan dengan Parik Paga Nagari. Mereka dipilih 5 orang per Banjar (setingkat jorong) dan mereka tidak digaji. Hanya kesadaran dan tanggung jawabnya sebagai warga lokal” jelas Bli Ketut.
“Di Bali tidak ada sektor lain yang bisa diandalkan selain sektor pariwisata. Berbeda dengan Sumatera yang memiliki sektor industri, pertanian besar, pertambangan dan lainnya. Bali hanya bisa mengandalkan keindahan alam dan budayanya untuk dijadikan pariwisata. Makanya sejak dulu, pemuka-pemuka masyarakat membangun kesadaran masyarakat agar sektor pariwisata bisa berkembang dan menaikkan kesejahteraan masyarakat” sambungnya.
“Selain aturan adat, di Bali juga ada perda yang mengatur supaya pariwisata bisa berjalan dengan lancar dan wajib dipatuhi oleh masyarakatnya. Misalnya ketentuan untuk para pemandu wisata seperti saya. Semua pemandu diwajibkan memakai atribut tradisional seperti Udeng (sejenis Deta/destar), kain dan lainnya. Semua pemandu wajib mengikutinya. Dari sisi masyarakatnyapun disini mereka tidak malu untuk menggunakan pakaian tradisionalnya ketika berada ditengah keramaian” tambah Bli Ketut.
“Ketentuan-ketentuan itu dibuat supaya pariwisata Bali bisa berjalan jangka panjang tanpa ada keluhan dari wisatawan. Untuk masuk ke suatu tempat wisata, wisatawan juga diwajibkan mengikuti ketentuan yang ada. Misalnya di Tanah Lot, ada sebuah tempat suci di atas bukit karang. Itu tidak boleh dimasuki oleh sembarang orang. Ada pecalang yang berjaga disana. Begitu juga di Desa Wisata Penglipuran, Desa tersebut sudah dinobatkan menjadi desa wisata terbersih nomor 3 di dunia” lanjutnya lagi.
“Di Desa Penglipuran ada beberapa ketentuan. Semua masyarakat diperbolehkan berjualan di rumahnya masing-masing tetapi tidak diperbolehkan memanggil wisatawan yang lewat. Apalagi sampai memaksa orang untuk berbelanja. Jika ada laporan yang masuk ke petugas, ada sangsi yang harus dilakukan warga yang melanggar. Bahkan dari data yang ada, di desa Penglipuran tidak ada warganya yang menganggur” tegasnya.
“Kesadaran tersebut juga datang dari pemandu wisata sendiri. Disini ada suatu objek wisata yang dulunya ramai namun sekarang menjadi sepi. Hal ini diakibatkan sikap oknum warganya yang berjualan memaksa dan sering masuk laporan kepada pemandu serta pengelola. Sebagai pemandu, saya sendiri juga menjaga supaya wisatawan tidak kecewa untuk datang ke Bali. Makanya jika ada wisatawan meminta untuk datang ke tempat tersebut, saya akan terang-terangan mengatakan kondisi disana. Dan sering kali permintaan tersebut dibatalkan” tegas Bli Ketut.
“Kunci berikutnya kesuksesan pariwisata Bali itu ada di regenerasi. Pemandu wisata lebih banyak anak muda karena sebelumnya mereka juga telah di latih oleh seniornya. Seperti yang saya lakukan saat ini memandu rombongan dari Dispar Sumbar, saya membawa anak kandung saya. Tujuannya melatih anak saya supaya bisa paham dan fasih bagaimana menjadi seorang pemandu. Nantinya dia bisa memandu sendiri semua rombongan yang datang ke Bali” tambah Bli Ketut.
“Efek positifnya dari segala ketentuan dan kesadaran dari masyarakat, pendapatan asli daerah di Bali itu menjadi tertinggi datang dari sektor pariwisata. Dan tingkat kesejahteraan masyarakat menjadi naik. Yang terpenting disini adalah budaya lokal Bali tetap terjaga dari efek negatif pariwisata” tambahnya lagi.
“Jadi kalau disimpulkan, kunci sukses pariwisata Bali itu adalah keterlibatan dan kesadaran masyarakat serta regenerasi. Masyarakat yang memandu wisata, masyarakat juga pelaku UMKM, masyarakat yang menjadi penjaga ketertiban dan keamanan, masyarakat juga yang mengelola tempat wisata. Kalau ketentuan di tempat wisata itu, kita yang menentukan, bukan wisatawan. Wisatawanlah yang wajib mengikuti ketentuan yang dibuat ditempat wisata. Semoga ilmu yang didapatkan semua peserta studi tiru dari Dispar Sumbar dapat dikembangkan untuk memajukan wisata di Sumatera Barat” tutup Bli Ketut Buadiarta.
Hal menarik dari pengamatan tim BDI waktu Bli Ketut mengantarkan rombongan studi tiru Dispar Sumbar kembali ke Bandara I Gusti Ngurah Rai. Terlihat Bli Ketut meneteskan air mata seperti enggan untuk berpisah dengan rombongan. Bahkan Bli Ketut memeluk beberapa orang rombongan sebelum berpisah. (Angah)