Studi Tiru Pariwisata Ke Bali Pokir Ismunandi Sofyan, Belajar Kelola Wisata Bali, Bagian Akhir
Bali – Anggota DPRD Provinsi Sumatera Barat Ismunandi Sofyan, SE menganggarkan dana Pokirnya untuk mengadakan studi tiru pariwisata ke Provinsi Bali untuk warga dari Kota Bukittinggi dan Kabupaten Agam pada 21 sampai 24 Juni 2023 lalu.
Bekerjasama dengan Dinas Pariwisata Sumatera Barat, dalam kegiatan studi tiru ini diharapkan semua peserta bisa melihat langsung bagaimana wisata di Bali dan hal yang paling utama yaitu bagaimana Bali bisa membuat wisatanya menjadi magnet utama wisata Indonesia. Bahkan sektor pariwisata menjadi penyumbang 80% PAD Provinsi Bali sebelum pandemi covid-19.
Dari kegiatan beberapa hari tersebut yang juga diikuti langsung oleh tim Bukittinggi dot Info (BDI), ada beberapa hal yang diterapkan oleh Provinsi Bali sehingga sektor pariwisatanya bisa bergerak maju dan memajukan perekonomian masyarakatnya. Berikut beberapa hal yang kami simpulkan dari keterangan Manager Pengelola Desa Wisata Penglipuran I Wayan Sumiarsa dan Pemandu Wisata I Ketut Budiarta:
- Kesadaran dan Keterlibatan semua masyarakat
Dalam setiap destinasi wisata di Bali, yang dilibatkan untuk mengelola tempat wisata adalah warga disekitar tempat tersebut. Mulai dari petugas tiket, keamanan, pelaku umkm, petugas parkir dan pengelola.
Selain itu sebagai daerah wisata, warganya bersikap sebagai tuan rumah yang baik agar tamu mau datang berulang kali ketempatnya. Hal ini termasuk dengan sikap yang ramah. Hal ini juga disertai dengan aturan tak tertulis yang mana jika ada warga setempat yang bersikap tidak ramah ataupun pedagang yang berjualan dengan sikap tidak baik, pemandu wisatapun akan berusaha menasehati dan kalau tidak bisa dinasehati maka destinasi tersebut tidak akan direkomendasikan lagi oleh pemandu wisata. Hal ini telah diterapkan pada salah satu daerah wisata yang dulunya ramai, tapi sekarang menjadi sepi.
Kesadaran ini juga dalam bentuk menerapkan harga kepada wisatawan. Misalnya harga barang ataupun tarif parkir. Jika masyarakat memberikan harga yang tinggi diluar kewajaran, akan berdampak pada ketidak puasan wisatawan. Ini akan memberikan dampak negatif kepada sektor pariwisata yang ujung-ujungnya bisa mematikan pariwisata itu sendiri.
- Adanya struktur kepengurusan yang jelas dalam setiap destinasi
Setiap destinasi wisata memiliki struktur kepengurusan yang jelas. Dan menariknya semua yang terlibat dalam struktur tersebut adalah warga setempat.
Dalam pengelolaan dan managemen, para pengurus juga bekerjasama dengan akademisi dan praktisi supaya objek wisatanya dapat berkembang lebih baik lagi.
Pengurus ini juga berperan dalam menentukan aturan-aturan yang wajib diikuti oleh wisatawan serta warga yang ada disekitar destinasi wisata.
- Adanya perda yang mengatur pengelolaan pariwisata yang ditegakkan dengan tegas
Untuk penguatan pengelolaan pariwisata, pemerintah daerah juga mengeluarkan perda yang mengatur ketat serta ditegakkan dengan tegas bukan separo-separo. Dalam perda ini mengatur banyak hal, seperti kewajiban para pemandu wisata memakai pakaian adat Bali, kewajiban semua orang menghargai prosesi adat yang mungkin berlangsung ketika wisatawan sedang berlibur dan lain sebagainya.
- Budaya/tradisi yang selalu dikedepankan
Dihampir setiap sudut Bali akan banyak ditemui rumah dengan ornamen yang mengedepankan adat dan Budaya Bali. Secara umum lebih identik ke bangunan Hindu karena mengingat sekitar 80% warga Bali adalah penganut agama Hindu. Dibagian depan rumah akan ditemui gerbang rumah yang mirip semacam Pura yang dibangunnya harus melalui upacara/ritual terlebih dahulu.
Keunikan ini juga yang membuat perluasan jalan di Bali menjadi hal yang sangat sulit, mengingat jika gerbang tersebut diruntuhkan, maka untuk membangunnya kembali harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk upacara dan biaya membangun.
Selanjutnya jika diperhatikan seksama, masyarakat Bali tidak malu menggunakan pakaian tradisionalnya ditengah keramaian. Termasuk Polisi Adat yang disebut Pecalang (sejenis Parik Paga Nagari di Sumbar) yang selalu menggunakan pakaian adat dan juga pemandu wisata.
Dalam situasi tertentu, upacara adat atau agama di Bali mengharuskan pariwisata mengalah selama kegiatan adat atau agama berlangsung. Hal ini BDI saksikan sendiri ketika berada di Tanah Lot, kebetulan ada kegiatan adat yang melewati kerumunan wisatawan. Disitu para pecalang sibuk mengarahkan para wisatawan agar mengosongkan rute yang akan dilalui peserta upacara.
Hal ini akan lebih terasa lagi ketika Hari Raya Nyepi dimana semua kegiatan diluar rumah dilarang dan akan dikontrol oleh para pecalang dibantu pihak keamanan seperti Polisi. Namun kondisi ini akan diberikan toleransi kepada umat beragama lain. Misalnya Hari Raya Nyepi bertepatan dengan Hari Jum’at, umat muslim tetap dipersilahkan ke Mesjid dengan dikawal pecalang dan Shalat Jum’at diadakan tanpa pengeras suara.
- Adanya alokasi pemasukan untuk konservasi daerah
Pemasukan dari pariwisata yang didapatkan oleh provinsi Bali sangat tinggi. Dari semua pemasukan yang didapatkan, ada dana yang dialokasikan untuk konservasi daerahnya. Penggunaan dana ini misalnya untuk perawatan objek wisata, penambahan fasilitas penunjang, dan lain sebagainya.
Itulah beberapa hal yang bisa BDI simpulkan dari penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh Manager Pengelola Desa Wisata Penglipuran dan Pemandu Wisata di Bali dalam kegiatan Studi Tiru Pariwisata ke Bali Pokir Ismunandi Sofyan, SE. (Angah)