Bukittinggi

Milenial Harus Jadi Pencerah di Era Digital

Bukittinggi – Kemajuan zaman menuntut semua pihak harus bisa menyesuaikan diri dengan kemajuan. Mulai dari yang tua hingga yang muda “dipaksa” menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi yang sebenarnya bisa membantu memudahkan berbagai hal.

Perkembangan teknologi saat ini tidak bisa dibendung. Setiap harinya ada saja hal baru yang diciptakan. Beberapa contoh dapat kita lihat langsung. Seperti dahulunya sistem pembayaran menggunakan alat tukar langsung antara pembeli dengan penjual, sekarang sudah bisa transaksi tanpa kontak fisik seperti transfer, qr scanner, cardless dan lain sebagainya.

Termasuk juga dengan dunia informasi. Dahulu mulai dari informasi mulut ke mulut, surat, hingga saat ini berkembang dengan informasi dengan berbagai media (platform). Semua informasi bisa didapatkan secara real time tanpa batas hanya dari tangan masing-masing orang. Hal ini tentu memberikan dampak positif dan negatif bagi masyarakat.

Melihat perkembangan tersebut, seorang milenial Kota Bukittinggi Wicky Anggeao (26) mempunyai tanggapan sendiri. Menurutnya dunia informasi sekarang ini memang sudah tidak bisa dibendung. Tapi setiap orang harus jeli menyaring berita-berita yang beredar.

“Banyak sekali informasi berita yang dibagikan melalui berbagai media seperti website, media sosial dan lain sebagainya. Berita yang beredar dibuat oleh penulis dengan berbagai tujuan dan berbagai cara menghasilkan berita. Mulai dari hasil liputan, advertorial dan lain sebagainya. Yang paling parah itu berita yang dibuat untuk tujuan provokasi ataupun hoax serta berita bohong. Ini perlu kehati-hatian para pembaca agar jangan terjebak informasi yang salah” jelas Wicky.

Baca Juga  Jelang Akhir Masa Jabatan, Kapolres Bukittinggi Terima Penghargaan dari LEPRID dan Kemenparekraf

“Kita perlu jeli juga membedakan informasi yang dishare di media sosial. Apakah akun tersebut akun pribadi, akun medsos media, akun media sosial biasa ataupun akun abal-abal. Tidak semua info yang dibagikan merupakan hasil liputan dari akun yang membagikan. Terkadang judul berita juga dipelintir oleh orang yang membagikannya” lanjutnya.

“Di negara kita Indonesia ada undang-undang yang menaungi tentang ini. Tidak boleh sembarangan membagikan berita apalagi mempelintir judul berita. Salah-salah nanti bisa terjerat undang-undang ITE yang membuat pelakunya meringkuk di penjara ataupun harus membayar denda karena mencemarkan nama orang lain” sambungnya.

“Saya menyoroti pemberitaan yang judulnya dipelintir ataupun berita hoax dan dibagikan di media sosial seperti facebook, instagram dan lainnya. Ini bisa jadi sumber perpecahan di tengah masyarakat. Hutang kita semua agar hal tersebut bisa kita minimalisir. Salah satu peran yang diminta disini tentunya dari generasi muda yang akrab dengan dengan teknologi informasi” lanjut Wicky.

“Ada beberapa orang yang mengeluarkan tanggapan berdasarkan judul berita saja tanpa membaca tulisan lengkap ataupun mencari sumber aslinya. Kalau istilah yang pernah populer itu “Orang Miskin Kuota”. Orang seperti ini biasanya jarang sekali membuka link yang di cantumkan, hanya mengambil kesimpulan berdasarkan judul. Padahal bisa jadi isinya beda dari judul yang ditulis” sambungnya lagi.

“Ada orang yang mau membuka link berita, lalu memberikan tanggapan sesuai dengan kemampuannya memahami suatu masalah. Ini sudah lumayan karena ada proses membaca berita dari sumbernya. Tapi alangkah baiknya baca juga berita pembandingnya agar beritanya berimbang” timpal Wicky.

Baca Juga  Sinergitas Antar Ormas di Wilayah Hukum Polres Bukittinggi

“Menurut saya jika didalam sebuah berita ada tulisan “dikutip dari” atau disadur “disadur dari” sumber berita lain, ada baiknya cari sumber berita yang dikutipnya tersebut. Terkadang ada orang yang mengutip berita sesuai keinginan dia, dan judul beritanya di dibuat sesuai keinginan hatinya. Ini perlu kehati-kehatian” tegas Wicky.

“Apalagi berita terkait info yang berhubungan dengan lembaga resmi keilmuan. Seperti berita yang berhubungan dengan BMKG, Kedokteran/kesehatan ataupun lembaga lainnya. Sudah sering terjadi berita hoax yang mencatut lembaga-lembaga resmi, lalu dibuat narasi-narasi yang membuat orang percaya dengan informasinya, ternyata setelah itu lembaga terkait membuat klarifikasi bahwa berita yang beredar sebagai berita hoax” lanjutnya lagi.

“Generasi Milenial ataupun Gen Z harus jadi pencerah ditengah masyarakat. Jangan sampai kita ikut terbawa arus berita yang dibuat oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Generasi muda jangan mau membaca berita dari satu sumber saja. Jika kita sudah tahu suatu berita itu hoax atau berita dipelintir, kita harus aktif juga memberitahu minimal keluarga kita terkait info tersebut” himbau Wicky.

“Semoga generasi Milenial terutama milenial kota Bukittinggi bisa bijak dalam menanggapi berita-berita yang beredar supaya tidak ada perpecahan dalam masyarakat kota akibat pemberitaan yang tidak bertanggung jawab” tutupnya (Angah)